Seperti biasanya apabila jamaah di Pangkalan Sarana Operasi Bea dan Cukai Tipe B Tanjung Priok memungkinkan jumlahnya untuk dilaksanakan sholat jumat berjamaah, pengurus Dewan Kemakmuran Mushola Baitussalam mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan sholat jumat. Mulai dari menyiapkan tempat, pengeras suara dan juga petugas.
Hari ini terasa berbeda karena yang menjadi Khotib adalah Bapak Dwijo Muryono, beliau adalah Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe C Soekarno Hatta. Sosoknya yang inspiratif dan selalu menekankan masalah integritas ini tentu sudah banyak dikenal di kalangan keluarga besar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Melalui serangkaian cerita hidupnya yang penuh dengan perjuangan, sehingga hal itu mampu membuatnya menjadi sosok yang disegani dan dikagumi. Kali ini akan lebih fokus kepada isi khutbah yang disampaikan beliau saat menjadi Khotib di PSO BC Tipe B Tanjung Priok mengenai "Pengaruh Kualitas Kehalalan terhadap Generasi Penerus". Hal ini bukan hanya berkaitan tentang keagamaan, namun juga menyangkut salah satu penjabaran dari salah satu nilai Kementerian Keuangan yang kita sebut sebagai "Integritas".
Mulailah khutbah jumat tersebut dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah SWT, dan juga memohon syafaat kepada Nabi Muhammad SAW di dunia maupun di akhirat. Untuk membuka khutbah dengan memberikan salah satu penggalan ayat yang artinya:
"Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang didapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu."
( QS Al Baqarah: 168)
Hal ini sangat sesuai dengan peran kita dalam kerjanya di Bea Cukai. Betapa tidak, kita bekerja berkaitan dengan keuangan negara. Apabila tidak mengutamakan aspek kehalalan, hancurlah negara ini. Bukan hanya itu, kehalalan penghasilan yang kita dapatkan juga akan berpengaruh kepada kelangsungan hidup dan mutu generasi penerusnya. Bahkan apabila tidak mengetahui asal usul uang itu darimana, harusnya enggan untuk menerimanya atau bahkan memakainya. Karena uang yang tidak jelas dari mana (samar), akan mempengaruhi riski kita dan juga generasi penerus kita.
Bagaimana mungkin kita mendapatkan generasi penerus yang baik apabila yang kita berikan adalah hasil dari kegiatan yang haram, atau bahkan diragukan kehalalannya. Ada sebuah cerita dari Abu Bakar r.a. Ketika itu beliau memakan makanan, namun sebelum memakan lupa menanyakan darimana makanan ini berasal, lantas setelah menelan satu iris makanan Abu Bakar bertanya:
"Makanan yang saya makan ini berasal darimana?" tanya kepada yang menyediakan makanan waktu itu.
Diketahui bahwa makanan tersebut berasal dari hasil keringat sang penyaji makanan sewaktu ia masih kafir. Abu Bakar sempat bingung karena belum ada petunjuk hal ini haram atau tidak bila dimakan, ia menganggap bahwa hal ini masih samar. Akhirnya dikoreklah mulutnya dan memuntahkan makanan yang telah ia makan tadi. Kita juga harus mengambil hikmah dari cerita Abu Bakar.
Hasilnya, anak keturunan Abu Bakar adalah tokoh-tokoh penting yang namanya sangat harum di kalangan masyarakat Islam. Itu adalah sebuah bukti bahwa kehalalan makanan yang kita makan benar-benar mempengaruhi kualitas sebuah generasi berikutnya. Jangankan yang haram, yang samar saja tidak mau memakannya.
Ada salah satu kisah tentang seorang pemuda yang memakan apel yang hanyut di sungai, setelah memakannya pemuda itu bertanya-tanya, siapakah yang punya pohon apel ini? Pemuda itu bingung antara halal dan haramnya apel yang hanyut di sungai kemudian ia makan itu. Lantas ia menyusuri sungai dan menemukan pohon apel yang agak condong ke sungai. Pemuda itu memperkirakan bahwa apel yang ia makan berasal dari pohon tersebut. Kemudian ia mencari pemilik pohon itu dan menemukan rumahnya.
Setelah pemuda itu meminta izin kepada pemilik, ia diberikan persyaratan agar menikahi anaknya yang buta,tuli,bisu,lumpuh. Demi menghalalkan apel yang ia makan, maka pemuda itu pun menyetujui persyaratan yang diajukan. Tapi diluar dugaan, setelah orang itu memperkenalkan puterinya, ternyata ciri-ciri yang orang itu sampaikan hanyalah makna qiyas semata.
Puterinya adalah orang yang menjaga maksiat, lumpuh artinya tidak melakukan hal-hal yang maksiat dari lakunya, buta karena ia tidak melihat hal-hal yang maksiat, tuli karena tidak mendengar hal-hal yang maksiat, bisu karena tidak mengatakan hal-hal yang menimbulkan maksiat.
Hanya karena menjaga kehalalan makanan, pemuda itu mau melaksanakan apapun. Bahkan ia diberi rezeki oleh Allah seorang istri yang mempunyai paras dan hati yang mulia. Bahkan setelah menikah pun mereka mempunyai anak keturunan yang bernama Abu Hanifah. Hal itu pula menjadi bukti bahwa kehalalan riski, makanan dan penghasilan kita akan menentukan baik buruknya kualitas generasi penerus. Seperti halnya kita sebagai pegawai yang berkecimung dengan uang dan mengurusi keuangan negara, haruslah berteguh hati dan juga istiqomah dalam hal kejujuran saat bekerja. Hal tersebut bukan semata-mata untuk negara saja, namun kepada kita sendiri. Tidak hanya mencari riski dari pekerjaan yang kita tekuni, namun lebih kepada mencari ridho dan keberkahan dari harta yang kita peroleh. Dari harta yang kita peroleh dengan mengutamakan kehalalan, sudah barang tentu bahwa nantinya anak keturunan kita juga akan menjadi generasi yang baik.
Dalam akhir khutbahnya beliau juga menyampaikan poin yang sangat penting.
"Semua hal yang terjadi adalah ujian bagi manusia, evaluasilah ketika kita mendapatkan penghasilan. Jangan pernah takut tentang susahnya kemiskinan, tapi takutlah kepada kejamnya api neraka. Tidak ada yang tahu siapa orang yang dekat dengan Allah, yang pasti kita harus selalu mendekatkan diri kepada-Nya. Jangan lupa ketika melakukan sesuatu apapun haruslah teliti terhadap aspek kehalalan, karena dengan telitinya memilah penghasilan sudah barang tentu akan membuat generasi yang baik."
Salam hangat dari keluarga Pangkalan Sarana Operasi Bea danCukai Tipe B Tanjung Priok ;)
Semoga bermanfaat ;)